11 Juli 2011

Instagram Pecas Ndahe


Kawan baik saya, seorang fotografer jempolan, tiba-tiba mengeluh. “Asem tenan, Mas. Instagram itu lama-lama bisa membuat kamera DSLR saya pensiun,” katanya.

“Loh, kenapa, Mas?” saya bertanya.

“Hasilnya keren-keren. Nggak kalah dibanding kamera DSLR. Saya pikir, daripada keberatan bawa kamera, mending bawa iPhone saja, terus motretnya pakai Instagram.”

Saya pun ngakak. Bukan apa-apa, sejak keranjingan main Instagram dua bulan lalu, saya mendadak merasa bagaikan Mat Kodak profesional. Cuma jeprat-jepret kembang, pohon, atau gembok pintu saja hasilnya membuat saya terkaget-kaget.

Di Instagram, selembar foto tidak hanya bernilai lebih dari seribu kata, tapi juga membuat seseorang seolah-olah menjadi fotografer profesional. Ia mampu merekayasa foto yang biasa-biasa saja menjadi terlihat luar biasa berkat filter khusus dan tambahan berbagai macam aplikasi penunjang, seperti Camera+, Photoshop Express, dan High Dynamic Range (HDR). Filter dan aplikasi itu mampu menyulap sebuah foto menjadi bagaikan lukisan Picasso. Gradasi dan saturasi warna-warna yang dihasilkannya begitu kaya.

Kalau sampean belum tahu, Instagram adalah aplikasi berbagi foto khusus untuk perangkat berbasis iOS buatan Apple, seperti iPod dan iPhone, yang dikembangkan oleh Kevin Systrom dan Yosyp Shvab. Dengan menggunakan aplikasi ini, pengguna bisa merekam gambar, menyunting, dan mengunggahnya ke berbagai layanan jejaring sosial.


Instagram memang memiliki konsep jejaring sosial. Para penggunanya bisa saling berhubungan atau membagikan karyanya ke media-media sosial yang ada saat ini. Jadi di Instagram kita bisa mengikuti (follow) orang lain maupun sebaliknya, diikuti oleh orang lain. Foto-foto kita juga dapat dikirim ke Facebook, Twitter, Foursquare, Posterous, Tumblr, dan Flickr.

Tak mengherankan bila sejak diperkenalkan pada Oktober 2010, Instagram menorehkan jejak statistik yang mengesankan. Hingga akhir Juni lalu, situs Mashable mencatat jumlah pengguna Instagram lebih dari 5 juta, dengan pertumbuhan 130 ribu pengguna baru per minggu. Kevin Systrom, co-founder dan CEO Instagram, mengatakan kepada Mashable bahwa ada 860 ribu foto yang diunggah ke layanan tersebut setiap hari.

Meski belum diketahui secara persis jumlah penggunanya di Indonesia, Instagram belakangan ini popularitasnya menunggang pasang naik. Di Twitter dan Facebook mulai sering terlihat foto-foto kiriman pemakai Instagram. Bahkan sekarang sudah ada komunitas penggemar Instagram + iPhone, yakni iPhonesia.

Ada kemungkinan popularitas Instagram didongkrak oleh masuknya iPhone secara resmi ke Indonesia dan aktivitas anggota iPhonesia itu.


Bermula dari sebuah mailing list yang dibuka pada Januari 2011, hingga saat ini iPhonesia memiliki 691 anggota dan terus bertambah setiap hari. Selain aktif berkomunikasi di milis dan mengunggah foto-foto di Instagram, mereka kerap menggelar acara berburu foto bersama (PhotoWalk) dan mini gathering atau “miring”. Di milis tersebut, anggota bertukar informasi seputar aplikasi-aplikasi, teknik editing, serta hasil olah digital fotografi di iDevice. Mereka pun punya akun Twitter @iphonesia.

Di Instagram, para pengguna saling menyapa dengan cara memberi “Like” atau komentar. Makin banyak “Like” berarti makin disukai. Sedangkan foto yang paling populer akan masuk halaman khusus yang disebut Popular Page. Seorang pengguna Instagram itu akan merasa bangga seandainya fotonya diberi banyak “Like” dan masuk Popular Page.

Awalnya, karya-karya foto di Instagram hanya bisa dinikmati secara eksklusif oleh para pemilik iPhone. Anda mustahil melihat-lihat foto teman Anda ataupun orang lain melalui komputer, yang juga sama-sama menggunakan Instagram. Ini karena Instagram belum membuka akses (API) untuk layanan lain.

Setelah Instagram API resmi dibuka, berbondong-bondong orang membuat layanan yang menjembatani kebutuhan ini. Di antaranya ada Webstagram dan Gramfeed. Berkat layanan seperti itu, kita bisa melihat hasil foto-foto Instagram via komputer. Kita juga dapat melihat foto apa yang sedang populer di ranah Instagram, tanpa perlu login atau punya akun di Instagram. Sedangkan bila login menggunakan otentikasi Instagram, kita bisa mengakses karya kita sendiri dan teman-teman yang ada dalam jaringan sosial kita, serta memberi komentar.

Seandainya sampean mau menengok semua foto Instagram saya, silakan membuka Gramfeed atau Instaproof. Sampean juga bisa ngiler (hihihi …) bila memandang daftar foto-foto saya yang masuk Popular Page di Populagram. Nah, kalau mau mengintip statistik Instagram saya bisa klik Statigram.

Saya yakin popularitas Instagram masih akan terus menanjak sampai beberapa bulan ke depan seiring dengan semakin banyaknya jumlah pemilik perangkat berbasis iOS. Ia sedang terang-benderang bagaikan matahari pada jam 12 siang. Ia baru akan memasuki malam dan meredup sinarnya bila muncul layanan lain yang lebih menjerat hati seperti embun pagi.

Tapi, lebih dari semua itu, janganlah berkecil hati atau gundah kalau belum mampu memanfaatkan Instagram. Teknologi bukan segalanya. Ada hal-hal dalam fotografi yang tak tergantikan oleh mesin dan aplikasi, misalnya kepekaan, komposisi, sudut pandang, dan momentum. Bagaimanapun, siapa di balik kameralah yang paling menentukan.

sumber: ndorokakung.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar